Portal Forkim

Baca sambil dengar instrumen:

Bandwagon Effect: Salah Siapa Ketika Kasus Mahasiswa Bunuh Diri Menjadi Trend?

Ismawatun

17-10-2023

Bagikan di WhatsApp
Bandwagon Effect: Salah Siapa Ketika Kasus Mahasiswa Bunuh Diri Menjadi Trend?

Akhir-akhir ini media sosial sedang gempar dengan aksi bunuh diri yang menjadi trend dikalangan mahasiswa. Berita terbaru datang dari dua mahasiswa Semarang yang bunuh diri dalam jangka waktu yang berdekatan.

Kasus bunuh diri pertama datang dari mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri yang ditemukan tewas setelah melompat dari lantai 4  Mall Paragon Semarang. Mahasiswa dengan inisial NJW diketahui meninggalkan sebuah surat untuk sang mama sebelum mengakhiri hidupnya. Kasus kedua, seorang mahasiswa berinisial EN yang berasal dari Kalimantan Tengah, yang ditemukan meninggal dunia di dalam kamar indekosnya. EN merupakan mahasiswa yang melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi swasta di Semarang. Kedua kasus bunuh diri tersebut hanya berjarak satu hari.

Tidak ada media atau portal berita yang tidak menyebarkan kebenaran menganai kedua sosok mahasiswa tersebut. Mulai dari stasiun televisi, instagram, facebook, portal berita dan yang paling banyak diberitakan melalui media tiktok. Tahukah kita ada efek bahaya dari media-media yang semakin gencar menceritakan menganai kronologi kejadiannya? 

Terbukti  banyaknya komentar-komentar negatif yang datang dari media tiktok di setiap postingan berita mengenai kasus bunuh diri mahasiswa di Semarang tersebut. Kurang lebih begini kata mereka dalam komentar.

“Nada kenapa kamu gak ajak aku, sih?”

“Jadi pengen ikut nada."

“Mau ikut kamu Nada.”

“Pengen ikut tapi aku gak seberani Nada.”

“Pengen kayak Nada, tapi aku nyebrang jalan aja masih nengok kanan-kiri.”

Bayangkan, di setiap postingan ada beribu-ribu komentar masuk yang semua isinya kurang lebih sama seperti di atas. Sama-sama ingin ikut melakukan aksi bunuh diri seperti yang dilakukan kedua mahasiswa tersebut.  Lalu, siapa yang salah disini, kedua mahasiswa yang sudah melakukan aksi bunuh diri tersebut atau media dan portal berita yang terlalu mengelu-elukan kasusnya?

Kedua mahasiswa yang telah melakukan aksi bunuh diri tersebut tidak bisa disalahkan. Justru kita banyak berdoa untuk arwah almarhumah mahasiswa tersebut, semoga Allah merahmati dan mengampuni mereka. Akan tetapi, media-media dan portal berita yang terlalu mengelu-elukan kasus merekalah yang memiliki potensi bahaya kepada warga-warga pendengar dan pembacanya. Para tiktokers dan penulis portal berita berlomba-lomba menceritakan kronologi kejadian korban bunuh diri tersebut.

Apakah hal itu sepenuhnya salah? Tentu saja tidak salah sepenuhnya. Namun media-media yang ada, seharusnya memberikan konten edukasi-edukasi mengenai kesehatan mental. Bagaimana cara agar mental tetap bisa stabil dikala banyaknya masalah hidup menyapa. Bukan malah mengelu-elukan kasus bunuh diri kedua mahasiswa tersebut.

Bukankah efek sampingnya sudah terlihat saat membuka kolom komentar tiktok? Banyak warga pengguna yang berkomentar ingin melakukan aksi yang sama dengan kedua mahasiswa tersebut. Banyak yang ingin ikut melakukan aksi bunuh diri karena merasakan lelahnya menghadapi masalah hidup seperti kedua mahasiswa tersebut.

Tahukan fenomena seperti ini dinamakan dengan sebutan bandwagon effect? Bandwagon effect adalah kecenderungan individu untuk memperoleh gaya, perilaku, atau sikap tertentu karena semua orang melakukannya. Ringkasnya efek bandwagon ini adalah efek ikut-ikutan.

Inilah yang terjadi sekarang setelah banyaknya berita kasus bunuh diri mahasiswa. Bahkan, media-media dan portal berita tak segan-segan menyebutnya sebagai sebuah trend bunuh diri.

Apakah ini pantas disebut sebagai sebuah trend? Bunuh diri sebagai sebuah trend?
Tentu tidak, bukan. Pernahkah kita berpikir bagaimana jika ada seseorang yang benar-benar ikut trend bunuh diri ini? Seseorang yang tidak pernah sama sekali berpikiran bunuh diri, tetapi setelah melihat berita yang bermunculan di media mana pun, jadi memiliki keinginan yang serupa.

Kenapa hal itu bisa terjadi? Sebab, mereka berpikir bahwa apa yang mereka rasakan dengan para korban bunuh diri tersebut related dengan apa yang mereka alami dan rasakan. Seseorang yang diam-diam melakukan percobaan bunuh diri karena mengikuti sebuah trend yang tidak masuk akal.

Percobaan bunuh diri bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Percobaan bunuh diri ini berpotensi tinggi membuat si pelaku sekaligus korban akan benar-benar melakukan bunuh diri. Hal ini yang sebenarnya ingin dihindarkan dari orang-orang, bukan? Maka dari itu sebagai pengguna media-media yang ada, harus bisa menggunakan media-media itu sebagai alat untuk edukasi. Mengedukasi bagaimana cara mencegah aksi bunuh diri agar tidak terulang kembali. Mengedukasi bagaimana cara menjaga mental tetap stabil disaat sudah ingin menyerah pada kehidupan.

Jadi, mari berhenti membahas kasus mahasiswa yang  melakukan aksi bunuh diri ini berulang-ulang. Tak perlu sebegitunya menceritakan detail kronologi kasusnya, bahkan sampai mengulik kehidupan pribadi si korban. Lakukanlah hal sebaliknya. Mari mengedukasi untuk menghentikan orang-orang yang memiliki niatan mengakhiri hidupnya seperti yang sudah dialami para korban bunuh diri.

Ingat, ya. Bunuh diri bukanlah sebuah trend. Bukan hal yang bisa dijadikan sebagai bahan ikut-ikutan karena lelah menghadapi masalah hidup yang datang tanpa mau mengantri. Carilah teman yang bisa dijadikan tempat pulang untuk menceritakan masalah hari ini. Jangan biarkan diri sendirian menghadapi beratnya hari. Sesekali ajaklah orang untuk berbagi agar mereka bisa sedikit memikul bebanmu hari ini.

Jika tak punya orang untuk berbagi, tak mengapa. Coba peluklah diri, bukankan kita juga orang? Kita masih punya diri kita sendiri. Bayangkan jika kita kehilangan diri kita karena sebuah trend yang merugikan sekarang. tentu kita akan kehilangan semuanya, kan? 

Bukankah, Tuhan juga satu-satunya tempat pulang terbaik? Pulanglah kepada Tuhanmu, tapi bukan dengan cara mengakhiri hidup. Pulanglah untuk berkeluh kesah padaNya tentang hari berat yang telah dilalui hari ini. Jangan pulang sendirian, nanti nyasar. Tunggu dijemput saja.

Mental setiap individu tentu berbeda, tapi sama-sama punya masalah yang datang silih berganti bukan? Jangan pernah menyerah pada kehidupan, jangan pernah dilawan. Jika lelah, istirahatlah. Tapi ingat, besok masih ada kehidupan jadi jangan lupa bangun dan bangkit lagi.

Kolom Pencarian

Sekretariat

Observer Room Forkim, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IAIN Parepare
Jl. Amal Bakti No. 8, Parepare
South Sulawesi, Indonesia 91132