Portal Forkim

Baca sambil dengar instrumen:

Opini: Mempererat Silaturahmi dengan Tradisi 'Mappikatu' dalam Suku Pattinjo

Indar Dewi

23-06-2023

Bagikan di WhatsApp
Opini: Mempererat Silaturahmi dengan Tradisi

Tradisi adalah sebuah kegiatan yang sering dilakukan dan terus berulang. Dimana hal tersebut dianggap baik dan menguntungkan bagi kelompok yang melaksanakannya. Setiap daerah memiliki latar belakang budaya dan tradisi yang otentik dengan kelebihan dan keunikan yang berbeda pula.

Hampir disetiap daerah memiliki tradisi berbeda dengan mekanisme pelaksanaan yang berbeda pula. Setiap daerah terkhusus di Indonesia memberikan kesempatan bagi masyarakatnya untuk menentukan tradisi mereka masing-masing sesuai dengan keyakinan maupun budaya yang mereka pahami.

Kebebasan menentukan budaya sesuai dengan kebiasaan masyarakat merupakan salah satu bentuk toleransi negara akan keberagaman yang ada. Hal ini sesuai dengan semboyan Indonesia yang berbunyi Bhineka Tunggal Ika, yang artinya meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Sebagaimana budaya yang dimiliki daerah lain yang ada di Indonesia, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan juga memiliki tradisi.  Khusus di Pinrang bagian utara ada tradisi yang disebut masyarakat 'Mappikatu' atau dalam istilah lain adalah mabbaca-baca dalam suku saya sendiri yaitu Suku Pattinjo.

Mappikatu adalah sebuah tradisi yang telah dilakukan oleh nenek moyang kami di suku Pattinjo  dan masih berlanjut hingga kini. Tradisi ini hampir dilakukan pada berbagai event-event, terkhusus pada event keagamaan. 

Tradisi Mappikatu dilakukan dengan cara mengirimkan do’a yang di sandingkan dengan makan bersama yang mencakup keluarga dan tetangga. Mappikatu juga kerap disebut dengan mabbaca-baca. Tradisi ini masih sering dilaksanakan oleh masyarakat suku Pattinjo khususnya di daerah Desa Rajang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang.

Dalam tradisi Mappikatu terdapat kegiatan membacakan doa untuk kerabat yang terdahulu atau yang sudah meninggal dunia. Dimana isi doanya meliputi tawassul kepada Rasulullah doa keselamatan dan banyak doa lainnya yang sudah yang diyakini tetap sejalan dengan ajaran agama Islam.

Selain mendoakan orang terdahulu, kegiatan ini juga bisa merupakan ungkapan rasa syukur karna keluarga atau kerabat masih diberikan umur yang Panjang serta kesehatan. Tradisi Mappikatu juga sebagai bentuk ajang untuk mempererat silatuhrahmi antar kerabat dan tetangga, umumnya kepada warga yang ada disekitar kita.

Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat setempat untuk mendoakan kerabat kita terdahulu, sembari mempererat tali silaturahmi terhadap sesama dengan cara mengundang atau mengajak kerabat dan tetangga turut hadir dalam kegiatan makan bersama. dengan di adakannya tradisi mabaca-baca ini atau mappikatu ini, kita dapat besilaturahmi dengan keluarga dan tetangga kita.

Tradisi ini bisa dilakukan kapan saja, termasuk mulai masuk bulan suci Ramadan, saat menjelang hari raya dan bisa juga dilakukan usai melaksanakan Salat Id. Sering kali masyarakat setempat juga melaksanakan adat ini dengan disandingkan membaca Barazanji  dan syukuran yang dimulai dengan mabaca-baca.

Pada  saat melakukan tradisi Mappikatu atau mabaca-baca ini kaum ibu rumah tangga masyarakat setempat akan menyiapkan dua macam nampan atau dalam istilah Bugis disebut bakik. Mereka akan membedakan mana bakik khusus Mappikatu dan mana bakik khusus Barazanji atau syukuran  yang setiap nampan masing-masing berisi berbagai macam hidangan makanan seperti telur, nasi, sokko (beras ketan), ayam, pisang dan berbagai makanan lainnya.

Ketika semua sudah dihidangkan maka dipanggillah kerabat dan keluarga kita untuk menyantap makanan yang telah dihidangkan dan dipanggillah guru (khatib/imam masjid setempat) untuk datang memimpin doa sebelum memulai menyantap hidangan.

Dan dimakruhkan atau dalam istilah Bugis 'pamali' menyantap makanan yang disiapkan sebelum sang imam atau khatib selesai membacakan doa. Di saat kerabat atau keluarga orang meninggal mereka akan mengadakan tradisi Mapikkatu ini, mereka akan mengundang guru (khatub/imam masjid setempat ) atau orang yang dianggap bisa memimpin untuk memimpin doa / mabbaca-baca sebelum makanan disantap oleh kerabat atau tamu yang kita undang yaitu tetangga kita. 

Adapun makanan  yang sering disijakan di nampan yaitu : telur ayam kampung, sokko (beras ketan), nasi, pisang, ayam, ikan dan dupa-dupa yang berisi secuil bara api. Dimana dihadapan sesepuh makanan akan di hidangkan makanan yang telah ditata rapi dalam sebuah nampan yang dilengkapi dengan tengku kecil yang di sebut dupa-dupa yang berisikan secuil bara api.

Apabila mereka mengadakan Barazanji mereka lebih mendahulukan untuk membaca isi bakik Barazanji tersebut di bandingkan isi bakik mappikatu yang ingin di baca oleh guru atau imam masjid, dan begitupun  sebaliknya apabila mereka melakukan syukuran maka mereka terlebih dahulu mendorongkan bakik kepada guru (khatib/imam mesjid) karna hal itu sudah menjadi adat Ketika melakukan tradisi Mappikatu ini.

Adapun Kelebihan tradisi Mappikatu yaitu   untuk mengenang kerabat terdahulu atau yang sudah meninggal dunia. Dengan  melakukan adat ini, kita dapat mendoakan mereka untuk tetap diberikan kemuliaan disisi-Nya. Agar kerabat kita yang sudah berada di alam sana juga akan  tetap mendapatkan pencahayaan serta   amal dari bacaan yang  kita bacakan sampai kepadanya. Sebagai penganut mazhab Imam Syafi’I kami mempercayai bahwa bacaan yang kita bacakan kepada orang yang telah meninggal akan sampai kepadanya seperti surah Al-Fatihah dan lain sebagainya.

Karena sejatinya apabila orang telah meninggal dunia dia sudah tidak bisa mendapatkan apa-apa lagi termasuk amal, kecuali beberapa hal seperti amal jariyah yang terus mengalir tanpa henti, ilmu yang dajarkan masih diamalkan kepada yang diajarkannya, serta kerabatlah yang mengirimkan do’a untuknya atau ada orang lain yang mengrimkan do’a kepada orang tersebut termasuk anak cucunya.

Permasalahannya adalah banyak orang di luar sana yang menganggap bahwa tradisi Mappikatu ini  menyimpang dari nilai-nilai agama, dimana mereka menganggap tradisi ini sama halnya dengan mempercayai sesuatu kepada selain tuhan.

Namun bagaimana cara  agar dapat mengubah perspektif masyarakat terhadap tradisi Mappikatu ini yaitu dengan cara mengubah cara pandang mereka dan memberikan penjelasan-penjelasan terkait tradisi ini bahwasanya masyarakat setempat melakukan tradisi ini hanya semata-mata untuk mengirimkan do’a kepada orang terdahulu.

Karena di dalam tradisi ini pun terdapat sholawat yang dikirimkan kepada baginda Rasulullah serta beragam hal positif maupun kebermanfaatan bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Swt. atas segala Nikmat yang telah diberikan

Penulis : Indar Dewi

 

Kolom Pencarian

Sekretariat

Observer Room Forkim, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IAIN Parepare
Jl. Amal Bakti No. 8, Parepare
South Sulawesi, Indonesia 91132