Portal Forkim

Baca sambil dengar instrumen:

Opini: Sekolah dan Kampus Islam Belum Tentu Aman Dari Pelecehan Seksual

Nur Aini

23-06-2023

Bagikan di WhatsApp
Opini: Sekolah dan Kampus Islam Belum Tentu Aman Dari Pelecehan Seksual

Berkembangnya zaman tidak bisa menjamin moral dan nilai nilai dalam masyarakat mampu diterapkan secara maksimal oleh masyarakat. Salah satu contohnya adalah banyaknya peyimpangan  yang terjadi terhadap  hak asasi manusia termasuk pelecehan seksual. 

Pelecehan seksual adalah suatu keadan yang memaksa salah satu pihak untuk berbuat  yang tidak di inginkan sehingga pihak tersebut merasa tidak nyaman, dan merasa terancam secara fisik dan psikis.

pelecehan seksual banyak macamnya, mulai dari pelecehan jenis kelamin, penyuapan seksual, perilaku menggoda,  pemaksaan seksual, penyerangan seksual, Maka dari itu kita perlu mengetahui macam macam dari  pelecehan seksual agar tingkat pelecehan itu bisa diminimalisir.

Kondisi Pelecehan Seksual Saat Ini

Mirisnya zaman sekarang ini, pelecehan seksual masih menjadi perbincangan hangat, pelaku pelecehan saat ini tidak lagi memandang usia dan jenis kelamin namun tidak bisa di pungkiri bahwa yang mengalami pelecehan seksual mayoritas adalah perempuan.

banyak sekali kejadian kejadian tidak senonoh yang menghantui perempuan , termasuk pelecehan seksual. Mirisnya hal tersebut sudah tidak mengenal tempat dan bisa terjadi dimana saja.

Pelecehan seksual sudah terjadi dimana mana bahkan rumah sendiri yang di anggap aman oleh para perempuan  kadang kala menjadi salah satu tempat ketidaknyamanan itu.

Lalu bagaimana dengan dunia luar? masih adakah tempat aman bagi perempuan? Dan lingkungan seperti apa yang bisa dianggap aman oleh perempuan? Apa yang harus mereka lakukan agar bisa terhindar dari hal tersebut? 

Menurut data SIMFONI-PPA (sistem Informasi Online Perlindungan perempuan dan anak)  ada sebanyak 11.286 jumlah kasus pelecehan seksual yang terjadi per tanggal 1 januari 2023.

Persentase data korban perempuan yang mengalami pelecehan seksual  ada sebanyak 80% sedangkan laki-laki sebanyak 20% dan  pelaku  menurut jenis kelamin ada sebanyak 89,7% pelakunya adalah laki laki dan 10,3% nya adalah perempuan.

Data ini menunjukkan bahwa kekhawatiran perempuan tentang pelecehan seksual memang tidak bisa  di anggap sepele.

Tentu dampak dari pelecehan seksual bukan hanya kepada pihak yang mengalami hal tersebut  tetapi juga merembet kemana mana.  Termasuk salah satunya pertimbangan orang tua terhadap anaknya  untuk melanjutkan pendidikan yang harus meninggalkan keluarga, rumah bahkan daerahnya.

Tempat tinggal, pergaulan bebas, adalah alasan kecemasan bagi orang tua untuk melepas anaknya menutut ilmu meninggalkan rumah, sudah tidak menjadi rahasia umum bahwa  kasus pelecehan marak terjadi di ranah pendidikan terutama di lingkungan perguruan tinggi.

Menurut data komnas perempuan pelecehan seksual di dunia pendidkan ada 87,91% kekerasan seksual, psikis dan diskriminasi 8,8% dan kekerasan fisik 1,1%, ini menandakan bahwa lingkungan pendidikan masih sangat marak terjadi pelecehan. 

Berdasarkan data komnas perempuan yang di laporkan,  di perguruan tinggi persentase kasus pelecehan seksual sebanyak 27%, dari berbagai daerah. Hampir tidak ada kampus di Indonesia yang tidak pernah mengalami kasus pelecehan seksual. 

Mirisnya pelecehan seksual dilakukan oleh orang yang berpendidikan yaitu oknum dosen. Tidak bisa dipungkiri bahwa lingkungan organisasi tidak mengalami hal yang sama, sudah banyak kasus yang melibatkan senior dan junior di lingkungan organisasi,  bahkan kampus yang berlatar belakang islami tidak bisa menjamin hal itu tidak terjadi di lingkungannya.

Lalu pertanyaanya, apakah lingkungan yang pemahamnya terhadap agama lebih dominan  bisa menjamin kurangnya kasus pelecehan?

Melihat dari fakta yang ada bahkan pesantren yang dianggap sekolah islami malah menjadi salah satu tempat pelecehan seksual hal tersebut menandakan bahwa oknum  yang seolah paham terhadap agama belum tentu bisa bermoral baik pula. 

Tentu faktor yang menyebabkan tindak kekerasan dan pelecehan seksual masih marak di lingkungan kampus adalah ketimpangan yang terjadi antara relasi. Kurangnya perhatian dan dukungan terhadap korban dan tidak adanya peraturan dan hukum yang jelas terhadap kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan kampus, sehingga menyebabkan para pelaku beraksi  kapan dan dimana saja. 

Namun sering kali masyarakat menganggap bahwa pelecehan terjadi karena kesalahan dari korban, termasuk cara perempuan berpakaian. Hal ini sering kali di kaitkan dengan terjadinya pelecehan, namun perlu di lihat lagi bahwa korban dari pelecehan itu bukan hanya kepada remaja dan dewasa bahkan anak anak menjadi salah satu sasaranya.

Lalu stigma di masyarakat yang mengatakan bahwa pelaku tidak akan melakukan hal tidak senonoh ketika korban yang memberikan jalan untuk melakukan hal tersebut merupakan hal yang perlu di perbaiki mindset seperti inilah yang perlu di ubah dari sekarang.

Stigma di masyarakat yang mengatakan bahwa hukum itu tumpul ke atas dan tajam ke bawah mungkin benar adanya. Pelaku dari pelecehan seksual yang memiliki koneksi terhadap stake holder dari hukum seakan akan dilindungi dan di ringankan hukumanya.

Inilah salah satu alasan mengapa korban enggan untuk melapor pelecehan yang telah di alami  dan menyebabkan masih maraknya tindak kekerasan seksual adalah kurangnya edukasi masyarakat tentang seks.

Masyarakat menganggap bahwa ketika kita berbicara mengenai seks adalah hal yang vulgar dan tabuh. Namun sex education perlu dilakukan sejak dini terhadap anak-anak agar mereka mampu menghindari pelecehan seksual itu sendiri.

Korban pelecehan seksual perlu untuk di lindungi, bukan untuk di sudutkan. Hal yang mereka alami sudah cukup membuat mental dan kondisi psikis mereka menjadi terganggu jadilah pendengar yang baik terhadap korban.

Penulis: Nur Aini

Editor: Ella

Kolom Pencarian

Sekretariat

Observer Room Forkim, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IAIN Parepare
Jl. Amal Bakti No. 8, Parepare
South Sulawesi, Indonesia 91132